War Takjil Ramadhan dan Nilai Toleransinya dalam Kehidupan Umat Beragama


Takjil Ramadhan adalah tradisi yang telah lama ada di Indonesia, tradisi ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian dan solidaritas sosial terhadap sesama yang berpuasa. Takjil biasanya diberikan oleh individu atau kelompok kepada orang yang berpuasa. Makanan yang biasa disertakan dalam takjil adalah makanan ringan yang mudah dicerna dan tidak membuat mudah lapar, seperti kurma, roti, dan air. Takjil atau makanan yang menjadi pembuka dari ritual sekali setahun bagi umat islam yaitu Puasa Ramadhan. Setiap sorenya di Bulan Ramadhan sekitar pukul 15.00 waktu setempat banyak titik – titik yang menjadi tempat para pedagang berjejer menjajakan beragam kudapan untuk buka puasa.

Tidak hanya muslim yang merasakan suasana yang hanya ada di Bulan Ramadhan. Tetapi beberapa masyarakat non muslim juga turut bergabung dalam suasana ini. Meskipun tidak ikut melaksanakan puasa, tetapi ternyata masyarakat non muslim turut berkontribusi dalam menyukseskan UMKM kecil yaitu dengan memborong dagangannya. Banyak pedagang takjil yang senang karena dagangannya habis terjual setiap sorenya. Teman – teman non muslim mengaku banyak makanan yang susah dicari tetapi ketika Bulan Ramadhan makanan tersebut menjadi sangat mudah untuk ditemukan. Agar tidak kehabisan jadilah mereka memborong terlebih dahulu. Hal itulah yang menjadikan motivasi mereka untuk turut berkontribusi dalam war takjil ramadhan.

Fenomena umat lintas agama berburu takjil di bulan Ramadhan memang sedang ramai jadi buah bibir di media sosial. Warganet menyebut fenomena ini sebagai “war takjil.” Tentu bukan peperangan dalam arti hadirnya kekerasan. Ungkapan ini justru menggambarkan keseruan warga lintas agama yang turut berburu takjil di pasar meski tidak ikut berpuasa.

Misalnya, viral cuplikan video seorang pendeta yang tengah berkhotbah tentang bersaing berburu takjil dengan teman-teman muslim. Sambil bercanda dan disambut gelak tawa, pendeta yang diketahui bernama Steve Marcel ini menyatakan bahwa agama mereka memang toleran, namun urusan berburu takjil mereka maju duluan.

“Jam tiga (sore) mereka masih lemes, kita sudah stand by [membeli takjil],” kata dia dalam potongan video yang viral di medsos. Tak hanya itu, di media sosial X (dulu Twitter) juga muncul berbagai utas berisi kumpulan video berburu takjil yang dilakukan oleh warga lintas agama. Meski tidak ikut ibadah puasa, aksi bersemangat umat agama lain saat membeli takjil di pasar menambah suasana keceriaan dan kerukunan lintas agama di bulan Ramadhan.

Muncul juga jokes (gurauan) di sosial media berupa komentar lucu dari teman – teman muslim yang kehabisan takjil. “Awas ya kalian ketika paskah kita borong semua telur, biar kalian paskahnya pakai kinder joy” ada juga yang berkomentar “Tolong dong teman-teman yang ga puasa. Dahulukan kami yang puasa. Masa kami cuma di sisain es batu saja”. Jika biasanya gurauan yang berbau agama akan memunculkan perselisihan, tetapi justru hal ini membuat semakin hangat persaudaraan antar umat lintas agama. Banyak dari mereka menanggapi hal tersebut dengan tanggapan positif. Penulis sendiri salut dengan teman- teman non muslim yang secara tidak langsung membantu perekonomian para pedagang takjil.

Ternyata jajan atau beli takjil juga termasuk kedalam sedekah. Mengingat di bulan yang suci ini memperbanyak sedekah itu sangatlah di anjurkan. Bentuk sedekah itu sangat beragam. Bahkan, jika seseorang itu suka jajan, itu pun termasuk sedekah. Hal itu seperti diungkapkan KH Bahauddin Nur Salim atau yang akrab disapa Gus Baha.

Menurut Gus Baha, tidak sedekah namun suka jajan itu sudah masuk kategori sedekah. Karena kata ulama asal Rembang tersebut, memberi keuntungan penjual 200 perak saja itu lebih sopan daripada memberinya uang cuma-cuma.

“Penjualnya senang, dagangannya laris dan dia tidak tersinggung. Daripada sedekah 2.000 penerima sedekah ada potensi tersinggung,” jelasnya.

Selain war takjil. Hal yang hanya ada di Bulan Ramadhan adalah kegiatan sosial berupa berbagi takjil gratis. Kegiatan ini biasa dilakukan di pinggiran jalan yang ramai dilewati oleh masyarakat yang sedang ngabuburit. Dari fenomena ini, menandakan adanya agama islam itu sebagai Rahmatan lil ‘alamin atau rahmat bagi seluruh alam. Islam hadir membawa kedamaian dan ketentraman bagi siapapun. Baik dia muslim maupun non muslim. Contohnya Ramadhan bukan hanya sebagai ajang berlomba dalam ibadah tapi juga sebagai pemersatu bangsa, dan agama yang beragam ini.

Khairan Muhammad Arif dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mengungkapkan dalam penelitiannya yang berjudul Islam Rahmatan Lil ‘Alamin dalam Perspektif Sosial dan Budaya, makna Rahmatan lil ‘Alamin yakni ajaran Islam bersifat universal, global dan menyeluruh untuk semua manusia di dunia. Rahmatan lil ‘Alamin juga menetapkan bahwa Islam adalah agama dan syariat yang penuh dengan kasih sayang, cinta, persaudaraan dan kedamaian.

Islam tidak pernah mengajarkan permusuhan dan kebencian, islam tidak memiliki ajaran dan syariat destruktif dan kejahatan, bahkan sebaliknya semua ajaran dan syariat Islam bertujuan untuk melahirkan dan mewujudkan maslahat abadi bagi manusia.

Prof. DR. H. Abuddin Nata, MA. memaparkan dalam bukunya Studi Islam Komprehensif, Islam Rahmatan lil ‘Alamin sering dihubungkan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW atau misi ajaran Islam. Konsep ini mengharuskan adanya sikap yang toleran, moderat, saling menghargai, dan menyayangi.

Hal ini juga sering dibicarakan oleh pakar dalam berbagai kesempatan dan dinilai sebagai konsep Islam yang paling sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia yang pluralistis dan heterogen.

Melalui Islam seperti ini, diharapkan adanya perbedaan agama, budaya, latar belakang etnis dan sebagainya tidak akan menimbulkan dampak negatif atau menjadi sumber konflik, melainkan justru menjadi sumber rahmat bagi seluruh alam.

DAFTAR REFERENSI
Kerukunan Lintas Agama & Nilai Toleransi dari War Takjil (tirto.id)

Islam Rahmatan lil Alamin, Apa Arti dan Maknanya? (detik.com)

Kenapa Takjil Jadi Buruan Umat Lintas Agama? (cnnindonesia.com)

Gus Baha: Suka Jajan Termasuk Sedekah  – Batu Times (jatimtimes.com)