KTI : Peran PTKIN dalam Pembentukan Karakter Generasi Muslim yang Moderat


“Peran PTKIN dalam Pembentukan Karakter Generasi Muslim yang Moderat”

Muhammad Ilham Saputra

Ma’had Al-Jami’ah UIN Raden Intan Lampung

E-Mail: muhammadilhamsaputra48@gmail.com

 

ABSTRAK

Perguruan tinggi keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di Indonesia saat ini dihadapkan pada banyak tantangan besar. Salah satunya adalah masuknya paham liberalisme dan radikalisme. Penguatan pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai moderasi beragama dalam membentuk karakter generasi muslim yang moderat sangatlah dibutuhkan. Perguruan tinggi khususnya PTKIN mempunyai otoritas dan memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan mahasiswa yang moderat dan menjadi warga negara yang baik. Artikel ini membahas tentang bagaimana peran PTKIN dalam pembentukan karakter generasi muslim yang moderat di era 4.0. Metode artikel ini dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil artikel ini menunjukkan bahwa PTKIN memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter generasi muslim yang moderat. Melalui penyelenggaraan rumah moderasi beragama di seluruh PTKIN sebagai upaya preventif dan promotif seperti, sosialisasi, penyuluhan, lokakarya, pelatihan dan orientasi penanaman karakter pada seluruh civitas akademika dari elemen yang paling atas sampai ke akar rumput. Dan sebagai upaya kuratif yang dapat dilakukan dengan cara rehabilitasi dan pengawasan terhadap pihak-pihak yang terpapar paham liberalisme dan radikalisme.

Kata Kunci: Peran PTKIN, Pembentukan Karakter, Moderasi Beragama

 

  1. PENDAHULUAN

Perguruan tinggi khususnya PTKIN memiliki otoritas dan tanggung jawab dalam mengawal dan mendampingi generasi muslim, dalam hal ini mahasiswa menjadi generasi muslim yang moderat. Mahasiswa adalah seorang yang sedang menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi. Dimana pada masa ini merupakan masa remaja. Masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaaan. Sedangkan, dalam perkembangan kepribadiannya masa remaja memilik arti khusus, yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan kepribadian. Hal ini karena remaja tidak termasuk golongan anak-anak dan tidak pula termasuk golongan dewasa.[1] Pada fase ini seseorang berada pada kondisi yang labil,  kebebasan berekspresi, rasa ingin tahu yang tinggi dan meningkatnya jiwa emosional dalam dunia akademik. Sayangnya, kebebasan berekspresi dan emosional yang tinggi tersebut ternyata tidak semua diimbangi dengan kemampuan untuk memfilter informasi-informasi yang diterima sehingga mengakibatkan mudah dipengaruhi oleh paham-paham yang menyimpang dari nilai-nilai agama.[2] Hal ini menjadi tantangan yang besar bagi perguruan tinggi khususnya PTKIN.

Pada saat ini perguruan tinggi khususnya PTKIN dihadapkan pada banyak tantangan yang bisa menjadi ancaman bagi generasi muslim khususnya mahasiswa. Diantaranya adalah terpapar paham-paham yang menyimpang dari nilai-nilai agama, seperti paham liberalisme, dan radikalisme. Sebagaimana dilansir oleh Badan Intelijen Negara (BIN) pada tahun 2017 yang menyebutkan ada tujuh perguruan tinggi negeri (PTN) yang terpapar radikalisme. Selain itu, ada 39% mahasiswa di 15 provinsi menunjukkan ketertarikannya pada paham radikal yang dapat dikategorikan ke dalam tiga tingkatan, yakni: rendah, sedang, dan tinggi. Meski ketertarikan tersebut masih sebatas empati, namun pencegahan sejak dini perlu dilakukan agar kecenderungan tersebut tidak berkembang menjadi partisipasi.[3] Setara institute menemukan fakta yang lebih mengejutkan lagi. Melalui penelitian yang dilakukan hingga bulan April 2019 lembaga ini menemukan sekurang-kurangnya 10 perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia telah terpapar paham radikal keagamaan.[4]

Teknologi yang semakin maju bisa menjadi salah satu faktor penyebab masuknya paham-paham yang menyimpang, seperti paham liberalisme, dan radikalisme. Era industri 4.0 manusia semakin dimanjakan oleh teknologi yang semakin canggih. Secara terus-menerus terjadinya perubahan peranan dan cara pandang serta sikap manusia dalam menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial. Dalam menyikapi hal tersebut, penguatan pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai moderasi menjadi hal yang harus diperhatikan oleh civitas akademik perguruan tinggi khususnya PTKIN.

Generasi muslim yang diharapkan PTKIN adalah generasi yang memiliki hard skill dan soft skill yang baik sesuai dengan kebutuhan dunia saat ini. Tidak hanya dibutuhkan generasi yang memiliki hard skill dan soft skill, tetapi juga dituntut untuk memiliki kepribadian yang baik, bersikap moderat, terbuka, dan tidak condong pada satu pihak tertentu.[5] Atau generasi muslim yang memiliki karakter Ulil Albab, Ulil Abshar, dan Ulin Nuha. Ulil Albab merupakan manusia-manusia yang mempunyai rasio atau akal yang murni, tak tertutup dan terselubung oleh kulit atau kabut ide yang bisa menjadikan berpikir menjadi rancu. Adapun Ulil Abshar adalah orang yang mempunyai hati yang lapang, mampu berpikir secara mendalam, juga memiliki pandangan yang luas dalam mengejawantahkan ajaran-ajaran agama Islam. Para nabi yang sering dihubungkan dengan sebutan ini adalah Ibrahim, Ishaq, dan Ya’kub. Pada wilayah pemahaman inilah, Ulil Abshar dapat diartikan sebagai dimensi spritualitas manusia. Sedangkan Ulin Nuha adalah manusia yang mempunyai moralitas dan nalar preventif yang mencegahnya dari semua hal yang berorientasi pada kemaksiatan dan juga perbuatan-perbuatan buruk.[6]

Berdasarkan pemaparan di atas, untuk mewujudkan generasi muslim yang diharapkan PTKIN dan menanggulangi berbagai permasalahan tersebut dibutuhkan lembaga yang mampu mengintegrasikan pendidikan karakter dengan penanaman nilai-nilai moderasi beragama agar penerapannya dapat terlaksana dalam kehidupan sehari-hari.

Moderasi beragama merupakan sebuah posisi atau keadaan di tengah tengah yang tidak berada di sisi kanan dan tidak pula berada di sisi kiri. Moderasi menawarkan solusi sebagai pilihan jalan tengah untuk menangkal paham-paham yang tidak sesuai dengan identitas bangsa dan agama.[7] Oleh karena itu, dalam artikel ini penulis mengambil judul Peran PTKIN dalam pembentukan karakter generasi muslim yang moderat.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tantangan bagi Perguruan Tinggi dan Generasi Muslim

Tantangan besar yang dihadapi oleh perguruan tinggi khususnya PTKIN adalah masuknya paham-paham yang tidak sesuai dengan identitas bangsa dan nilai-nilai agama, contohnya seperti paham liberalisme dan radikalisme. Paham-paham tersebut menjadi ancaman yang dapat merusak pemikiran, cara pandang generasi muda khususnya dikalangan mahasiswa.

Paham liberalisme adalah sebuah paham yang muncul dan berkembang di dunia Barat. Salah satu ideologi Dunia Barat yang saat ini dipropagandakan kepada umat Islam adalah pemikiran liberal (liberalisme). Liberal bisa diartikan bebas dari batasan atau bebas tanpa batas.[8] Paham liberalisme terkenal dengan asas kebebasan, dimana setiap orang bebas mengekspresikan inovasi dan kreativitasnya dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain agar mengikutinya.[9] Hal inilah yang harus diwaspadai, terlebih ketika konsep liberalisme dikaitkan dengan agama, maka akibatnya sangat fatal. Dalam bidang agama, paham liberal mewujud ke dalam berbagai bentuk, salah satunya konsep pembaharuan (modernisme). Konsep ini memandang bahwa ajaran agama harus tunduk di bawah nilai-nilai peradaban Barat.[10]

Di Indonesia istilah Islam Liberal mulai berkembang pesat terutama tahun 1980-an, yaitu oleh tokoh utama dan sumber rujukan utama komunitas atau Jaringan Islam Liberal, Nurcholis Madjid. Meski ia sendiri mengaku tidak pernah menggunakan istilah Islam Liberal untuk mengembangkan gagasan-gagasan pemikiran Islamnya, tetapi ia tidak menentang ide-ide Islam Liberal. Selanjutnya diikuti munculnya Jaringan Islam Liberal (JIL) yang digagas oleh Ulil Abshar Abdallah. Ada empat agenda utama Islam Liberal di Indonesia. Yakni agenda politik, agenda toleransi agama, agenda emansipasi wanita, dan agenda kebebasan berekspresi. Dimana bagi kaum Islam Liberal, kaum Muslimin dituntut melihat keempat agenda ini dari perspektif mereka sendiri, dan bukan dari perspektif masa silam yang menurut mereka lebih banyak memunculkan kontradiksi ketimbang penyelesaian yang baik. Sehingga pada agenda politik misalnya, sepenuhnya diserahkan kepada person-person dari umat Islam dalam mengambil sikap menyikapi sistem pemerintahan yang berlaku.[11]

Paham liberalisme bagaikan virus yang mewabah cepat, menjangkiti kalangan intelektual khususnya mahasiswa. Virus ini sebagaimana telah disebutkan di atas terus berusaha menggerogoti tubuh kaum muslimin, menyebabkan pendangkalan akidah hingga menimbulkan kehancuran dan pecah belah di kalangan kaum muslimin.[12] Liberalisasi yang terjadi di lingkungan kampus merupakan salah satu tantangan dakwah yang sangat serius yang dihadapi umat Islam saat ini dan harus diatasi oleh perguruan tinggi khususnya PTKIN.

Tantangan berikutnya adalah masuknya paham radikalisme di lingkungan kampus. Di lingkungan kampus hampir selalu ada kelompok radikal baik ekstrim kanan maupun ekstrim kiri. Menurut KBBI ‘radikalisme’ memiliki tiga arti, yaitu pertama, paham atau aliran yang radikal dalam politik, kedua, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis, dan ketiga, sikap ekstrem dalam aliran politik. Radikalisme adalah sikap atau semangat yang membawa pada tindakan bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan yang mapan dengan menggantinya dengan gagasan atau pemahaman baru. Istilah radikalisme sering diartikan sebagai faham yang menghendaki adanya perubahan dan perombakan besar sebagai jalan untuk mencapai taraf kemajuan. Kata radikal terambil dari bahasa Inggris radical yang berarti: sampai ke akar-akarnya, dikatakan radical changes berarti: perubahan-perubahan sampai ke akar-akarnya.[13] Dalam lingkup keagamaan, radikalisme adalah sebuah paham yang berpandangan kolot dan jumud serta kaku aturan, menggunakan kekerasan atau memaksakan pendapat tentang pandangan keagamaan, serta menganggap hanya pemahaman agamanya saja yang benar. Hal itu terjadi disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya disebabkan oleh kesalahpahaman dalam mengartikan ajaran-ajaran Islam dalam penerapannya di lingkungan kampus. Ajaran radikal muncul melalui pendidikan agama yang dogmatis sehingga memunculkan pemahaman agama yang literal dan mengadopsi ayat-ayat Al-Quran secara tidak utuh yang menimbulkan penafsiran-penafsiran yang radikal. Pola pikir dan pemahaman seperti inilah yang kemudian menciptakan ruang sempit dalam berpikir. Ada banyak faktor pemicu lahirnya radikalisme dalam beragama, di antaranya faktor ideologi/politik, sosial maupun ekonomi.[14]

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), suatu badan yang dibentuk di Indonesia untuk menanggulangi terorisme, memetakan 4 kriteria bagi radikalisme dalam ranah agama, khususnya berkaitan dengan kaum radikal dari penganut agama Islam: Kriteria Pertama, keinginan untuk melakukan perubahan dengan cepat menggunakan kekerasan atas nama agama. Kriteria Kedua, mengkafirkan orang lain. Kriteria Ketiga, mendukung, menyebarkan dan mengajak bergabung dengan ISIS. Kriteria Keempat, memaknai jihad secara terbatas.[15]

Dua paham itulah yang menjadi tantangan besar bagi perguruan tinggi khususnya PTKIN saat ini dalam melaksanakan tanggung jawabnya untuk menciptakan generasi yang moderat dan berkarakter. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab kenapa di lingkungan kampus berpotensi terpapar paham liberalisme dan radikalisme. Salah satunya karena pengaruh dari perkembangan teknologi yang memudahkan generasi muslim dalam hal ini mahasiswa bebas dan tanpa batas mengakses berbagai sumber informasi dari dunia luar. Akan tetapi tidak atau belum diimbangi dengan kemampuan untuk memfilter informasi-informasi yang didapatkan sehingga secara terus-menerus menyebabkan terjadinya perubahan peranan dan cara pandang dalam menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial di era milenial.[16]

Prinsip-prinsip moderasi

Istilah moderasi biasa lazim digunakan untuk mengungkapkan sebuah posisi atau keadaan di tengah tengah yang tidak berada di sisi kanan dan tidak pula berada di sisi kiri. Istilah moderasi merupakan kata serapan yang diadopsi dari bahasa latin yaitu “moderatio” yang berarti sedang tidak kekurangan dan tidak kelebihan. Dalam hubungannya dengan beragama, moderasi dipahami dalam istilah bahasa arab sebagai wasat atau wasatiyah sedangkan pelakunya disebut wasit. Kata wasit sendiri memiliki beberapa makna yaitu penengah, pelantara, dan pelerai.[17] Dari uraian definisi yang diungkap secara terminologi tersebut, makna moderasi sebagai pemahaman sikap terpuji yang di bangun dengan ajaran yang lurus, pertengahan tidak kurang dan tidak lebihan dalam berfikir, bertindak, dan berperilaku sehingga menjadikan seseorang tidak ekstrim dalam menyikapi segala hal.[18]

Adapun prinsip moderasi beragama ada dua yaitu adil dan berimbang. Bersikap adil berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya seraya melaksanakannya secara baik dan secepat mungkin. Sedangkan sikap berimbang berarti selalu berada di tengah di antara dua kutub. Dalam hal ibadah, misalnya, seorang moderat yakin bahwa beragama adalah melakukan pengabdian kepada Tuhan dalam bentuk menjalankan ajaran-Nya yang berorientasi pada upaya untuk memuliakan manusia.[19] Adapun batasannya pemahaman dan pengamalan keagamaan bisa dinilai berlebihan jika ia melanggar tiga hal: Pertama, nilai kemanusiaan; Kedua, kesepakatan bersama; dan Ketiga, ketertiban umum. Prinsip ini juga untuk menegaskan bahwa moderasi beragama berarti menyeimbangkan kebaikan yang berhubungan dengan Tuhan dengan kemaslahatan yang bersifat sosial kemasyarakatan.[20]

Menurut Afrizal Nur dan Mukhlis, pemahaman dan praktik amaliah keagamaan seorang muslim moderat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Tawazzun (berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan,) dan ikhtilaf (perbedaan),
  2. I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional,
  3. Tasamuh (toleransi), yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya,
  4. Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama),
  5. Syura (musyawarah), yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya,
  6. Ishlah (reformasi), yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah ‘ammah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazhah ‘alaal-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah (melestarikan tradisi lama yang masih relevan, dan menerapkan hal-hal baru yang lebih relevan),
  7. Tahadhdhur (berkeadaban), yaitu menjunjung tinggi akhlak mulia, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban,
  8. Musawah (egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang,
  9. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), yaitu kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah,
  10. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif), yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia.[21]

 

Berdasarkan pemaparan di atas berkaitan dengan ciri-ciri seorang muslim yang moderat, maka diperlukan lembaga yang mampu mengaktualisasikan prinsip-prinsip moderasi tersebut untuk mencetak generasi muslim yang berkarakter dan moderat. Lembaga yang sangat relevan untuk melaksanakan hal tersebut adalah PTKIN. Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) merupakan lembaga pendidikan tinggi di bawah kendali Kementerian Agama (Kemenag). PTKIN menjadi sarana strategis bagi pembentukan karakter bangsa karena memiliki struktur, sistem dan perangkat yang tersebar di seluruh Indonesia dari daerah sampai pusat.[22]

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang edaran rumah moderasi beragama yang disampaikan sejak Oktober 2019 oleh Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin meminta setiap kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) mendirikan rumah moderasi beragama.[23] Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahwa moderasi beragama adalah salah satu solusi terbaik saat ini dalam mengantisipasi potensi konflik di negara yang memiliki keragaman seperti Indonesia. Hal ini disampaikan Menag saat menjadi keynote pada acara International Conference On Religiuous Moderation (ICROM) secara Hybrid di Jakarta Rabu (27/7/2022).[24] Dengan demikian, rumah moderasi merupakan upaya yang bisa dilakukan oleh PTKIN dalam rangka membentuk karakter generasi muslim yang moderat sesuai dengan prinsip-prinsip moderasi yang telah di paparkan di atas (Tawazzun/berkeseimbangan, I’tidal/lurus dan tegas, Tasamuh/lurus dan tegas, Tawassuth/mengambil jalan tengah, Syura/musyawarah, Ishlah/reformasi, Tahadhdhur/berkeadaban, Musawah/egaliter, Aulawiyah/mendahulukan yang prioritas, Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif).

Dengan adanya rumah moderasi diharapkan menjadi wadah bagi generasi muslim (mahasiswa) untuk mendapatkan pemahaman tentang moderasi beragama dan menjadi langkah-langkah preventif, promotif, dan kuratif baik bagi seluruh civitas akademika di PTKIN tanpa terkecuali bagi mahasiswa agar tidak terjebak kedalam paham dan gerakan intoleran dan ekstrimisme terlebih mengatasnamakan agama.

Langkah-langkah preventif dan promotif dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti, sosialisasi, penyuluhan, lokakarya, pelatihan dan orientasi. Sedangkan langkah kuratif bisa dilakukan dengan rehabilitasi dan pengawasan terhadap pihak-pihak yang terpapar paham liberalisme dan radikalisme.

 

KESIMPULAN

Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa PTKIN memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter generasi muslim melaui penanaman nilai-nilai moderasi beragama. PTKIN menjadi agen strategis dalam melakukan pencegahan atas munculnya paham-paham yang tidak sesuai dengan identitas bangsa dan nilai-nilai agama, serta melakukan penyembuhan bagi pihak-pihak yang terpapar paham liberalisme dan radikalisme. Karena PTKIN merupakan lembaga yang mempunyai otoritas mendampingi generasi muslim dalam pembentukan karakter yang moderat, dalam hal ini mahasiswa. Melalui upaya-upaya preventif dan promotif seperti, sosialisasi, penyuluhan, lokakarya, pelatihan dan orientasi penanaman karakter. Sedangkan langkah kuratif bisa dilakukan dengan rehabilitasi dan pengawasan terhadap pihak-pihak yang terpapar paham liberalisme dan radikalisme.

DAFTAR PUSTAKA

ACEH, KEAGAMAAN ISLAM NEGERI DI. “PENGUATAN KARAKTER MAHASISWA MELALUI KURIKULUM KKNI DI PERGURUAN TINGGI,” n.d.

Asriani, “Radikalisme pemahaman keagamaan pada mahasiswa muslim di perguruan tinggi agama Islam di provinsi Lampung”, laporan hasil penelitian terapan pengembangan Nasional UIN Raden Intan Lampung tahun 2019.

Dinia, Yunie Syamsu, Mas Amaningsih, and Samsul Basri. “ANCAMAN LIBERALISME BAGI PENDIDIKAN TINGGI ISLAM INDONESIA.” Tawazun: Jurnal Pendidikan Islam 8, no. 2 (2018): 313–28.

Fatmawaty, Riryn. “Memahami Psikologi Remaja.” Reforma: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran 6, no. 2 (2017).

Habibie, M Luqmanul Hakim, Muhammad Syakir Al Kautsar, Nor Rochmatul Wachidah, and Anggoro Sugeng. “MODERASI BERAGAMA DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA.” MODERATIO: Jurnal Moderasi Beragama Dan Kebudayaan Islam 1, no. 1 (2021): 121–41.

Hasan, Mustaqim. “Prinsip Moderasi Beragama Dalam Kehidupan Berbangsa.” Jurnal Mubtadiin 7, no. 02 (2021): 110–23.

Hidayatullah, Muhammad Fahmi. LIBERALISME, INKLUSIVISME DAN ERA TRANSKULTURAL (Konsepsi, Aksi, Dan Interpretasi). CV Literasi Nusantara Abadi, 2021.

Nur, Muhammad. “Paradigma Keilmuan UIN Raden Intan Lampung.” Analisis: Jurnal Studi Keislaman 18, no. 1 (2018): 1–20.

Ramdani, Dede, Deasy Nurma Hidayat, Asep Sumarna, and Icmiati Santika. “Ideal Character of Muslim Generation of Industrial Revolution Era 4.0 and Society 5.0.” Jurnal Iqra’: Kajian Ilmu Pendidikan 5, no. 1 (2020): 171–82.

Widyaningsih, Rindha, Sumiyem Sumiyem, and Kuntarto Kuntarto. “Kerentanan Radikalisme Agama Di Kalangan Anak Muda.” Prosiding 7, no. 1 (2017).

Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf

https://kemenag.go.id/read/kemenag-minta-tiap-kampus-ptkin-dirikan-rumah-moderasi-beragama-xmwe7, diakses pada tanggal 20 November 2022.

https://kemenag.go.id/read/menag-sebut-moderasi-beragama-salah-satu-solusi-terbaik-antisipasi-potensi-konflik, diakses pada tanggal 20 November 2022.

https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/03/31/nm2pur-inikriteria-radikalisme-menurut-bnpt. diakses pada tanggal 20 November 2022.

 

 

 

 

[1] Riryn Fatmawaty, “Memahami Psikologi Remaja,” Reforma: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran 6, no. 2 (2017).

[2] Fatmawaty.

[3] https://nasional.kompas.com/read/2018/11/20/23070271/bin-7- perguruan-tinggi-negeri-terpapar-paham-radikal. Dalam Asriani, “Radikalisme pemahaman keagamaan pada mahasiswa muslim di perguruan tinggi agama Islam di provinsi Lampung”, laporan hasil penelitian terapan pengembangan Nasional UIN Raden Intan Lampung tahun 2019.

[4] 10 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tersebut meliputi; Universitas Indonesia (UI), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Institut Teknologi Bandung (ITB), UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Riset juga dilakukan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Brawijaya (Unibraw), Universitas Mataram (Unram), dan Universitas Airlangga (Unair). Dalam Asriani, “Radikalisme pemahaman keagamaan pada mahasiswa muslim di perguruan tinggi agama Islam di provinsi Lampung”, laporan hasil penelitian terapan pengembangan Nasional UIN Raden Intan Lampung tahun 2019.

[5] Dede Ramdani et al., “Ideal Character of Muslim Generation of Industrial Revolution Era 4.0 and Society 5.0,” Jurnal Iqra’: Kajian Ilmu Pendidikan 5, no. 1 (2020): 171–82.

[6] Muhammad Nur, “Paradigma Keilmuan UIN Raden Intan Lampung,” Analisis: Jurnal Studi Keislaman 18, no. 1 (2018): 1–20.

[7] Mustaqim Hasan, “Prinsip Moderasi Beragama Dalam Kehidupan Berbangsa,” Jurnal Mubtadiin 7, no. 02 (2021): 110–23.

[8] Yunie Syamsu Dinia, Mas Amaningsih, and Samsul Basri, “ANCAMAN LIBERALISME BAGI PENDIDIKAN TINGGI ISLAM INDONESIA,” Tawazun: Jurnal Pendidikan Islam 8, no. 2 (2018): 313–28.

[9] Muhammad Fahmi Hidayatullah, LIBERALISME, INKLUSIVISME DAN ERA TRANSKULTURAL (Konsepsi, Aksi, Dan Interpretasi) (CV Literasi Nusantara Abadi, 2021).

[10] Dinia, Amaningsih, and Basri, “ANCAMAN LIBERALISME BAGI PENDIDIKAN TINGGI ISLAM INDONESIA.”

[11] Dinia, Amaningsih, and Basri.

[12] Dinia, Amaningsih, and Basri.

[13] Asriani, “Radikalisme pemahaman keagamaan pada mahasiswa muslim di perguruan tinggi agama Islam di provinsi Lampung”, laporan hasil penelitian terapan pengembangan Nasional UIN Raden Intan Lampung tahun 2019.

[14] Angga Natalia, Faktor-Faktor Penyebab Radikalisme Dalam Beragama (Kajian Sosiologi Terhadap Pluralisme Agama Di Indonesia), Jurnal AlAdYaN, Vol XI, No 1 (Januari-Juni 2016). Dalam Asriani, “Radikalisme pemahaman keagamaan pada mahasiswa muslim di perguruan tinggi agama Islam di provinsi Lampung”, laporan hasil penelitian terapan pengembangan Nasional UIN Raden Intan Lampung tahun 2019.

[15] https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/03/31/nm2pur-inikriteria-radikalisme-menurut-bnpt.

[16] Rindha Widyaningsih, Sumiyem Sumiyem, and Kuntarto Kuntarto, “Kerentanan Radikalisme Agama Di Kalangan Anak Muda,” Prosiding 7, no. 1 (2017).

[17] Hasan, “Prinsip Moderasi Beragama Dalam Kehidupan Berbangsa.”

[18] Hasan.

[19] Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf

[20] Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf

 

[21] M Luqmanul Hakim Habibie et al., “MODERASI BERAGAMA DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA,” MODERATIO: Jurnal Moderasi Beragama Dan Kebudayaan Islam 1, no. 1 (2021): 121–41.

[22] KEAGAMAAN ISLAM NEGERI DI ACEH, “PENGUATAN KARAKTER MAHASISWA MELALUI KURIKULUM KKNI DI PERGURUAN TINGGI,” n.d.

[23] https://kemenag.go.id/read/kemenag-minta-tiap-kampus-ptkin-dirikan-rumah-moderasi-beragama-xmwe7, diakses pada tanggal 20 November 2022.

[24] https://kemenag.go.id/read/menag-sebut-moderasi-beragama-salah-satu-solusi-terbaik-antisipasi-potensi-konflik, diakses pada tanggal 20 November 2022.