MEMBERANTAS PERILAKU MENYIMPANG : PERAN PENTING SEORANG SANTRI DALAM MENGURANGI TINDAKAN PELECEHAN SEKSUAL YANG TERJADI DI DUNIA MAYA MELALUI MEDIA SOSIAL


MEMBERANTAS PERILAKU MENYIMPANG : PERAN PENTING SEORANG SANTRI DALAM MENGURANGI TINDAKAN PELECEHAN SEKSUAL YANG TERJADI DI DUNIA MAYA MELALUI MEDIA SOSIAL

Dimas Suhendra

Halaqah Akhi Agung Arya

ABSTRAK

Penyimpangan sosial merupakan konsep masalah sosial yang berkaitan dengan pelanggaran norma, dikatakan masalah karena hal tersebut merupakan gangguan terhadap tujuan kehidupan bermasyarakat. Banyak faktor yang membuat munculnya perilaku menyimpang, salah satunya ialah faktor globalisasi. Dengan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti sekarang ini, membuat budaya-budaya luar masuk dengan begitu mudah tanpa adanya batasan ruang dan waktu. Media sosial yang merupakan bentuk komunikasi modern di era ini, menjadi salah satu pintu masuk berbagai hal negatif yang tentu tidak sesuai dengan kondisi masyarakat atau dikatakan menyimpang. Bentuk-bentuk perilaku penyimpangan sosial pun beragam, mulai dari kasus pencurian, penyalahgunaan narkoba, berjudi sampai pelecehan seksual dan bahkan masih banyak lagi yang lainnya.

Dalam artikel kali ini, penulis memfokuskan ke salah satu bentuk penyimpangan sosial yaitu perilaku pelecehan seksual yang secara spesifik membahas tentang peran penting seorang santri dalam melakukan pencegahan guna mengurangi tindakan pelecehan seksual yang terjadi di dunia maya melalui media sosial. Pendekatan kualitatatif dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap/eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena.

Hasil kajian yang didapat menunjukkan bahwa pengaruh globalisasi ditambah dengan peran media sosial yang sudah begitu banyak digunakan masyarakat Indonesia memiliki efek domino terhadap perilaku penyimpangan sosial yang diantaranya yaitu terjadinya tindakan pelecehan seksual. Bentuk pelecehan seksual yang terjadi biasanya berbentuk pesan pribadi kepada seseorang dengan mengirimkan kata-kata atau kalimat vulgar yang terkesan menggoda atau merendahkan (biasanya cenderung memuji bentuk tubuh yang berlebihan) bisa juga dengan mengirimkan gambar-gambar pornografi bahkan yang lebih parah yaitu mengirimkan gambar alat kelamin atau anggota tubuh yang tidak seharusnya. Karena media sosial merupakan media dua arah yang isi konten didalamnya tidak hanya bisa dilihat tetapi bisa ditambah sesuai keinginan penggunanya, maka ruang itulah yang bisa dipergunakan oleh seseorang yang dalam hal ini seorang santri untuk mengisi, menambahkan dan mempublikasikan konten-konten positif yang diharapkan mampu mencegah serta mengurangi tindak pelecehan seksual yang terjadi di media sosial.

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa media sosial ibarat dua mata pisau, dimana terdapat ruang yang membuat seseorang melakukan perilaku negatif atau menyimpang seperti tindak pelecehan seksual tetapi disisi lain juga terdapat ruang untuk mengisi hal-hal positif yang dapat mencegah dan mengurangi tindakan pelecehan seksual itu sendiri. Ruang positif itulah yang bisa dimanfaatkan seorang santri untuk memberikan sedikit yang ia miliki untuk mencegah dan mengurangi tindakan pelecehan seksual yang terjadi di media sosial.

(Kata Kunci : Penyimpangan sosial, Media sosial, Pelecehan seksual, Santri)

LATAR BELAKANG

Perilaku menyimpang atau deviant behavior merupakan bagian dari masalah sosial yang terjadi tatkala individu maupun kelompok di dalam masyarakat melakukan tindakan (berekspresi) yang bertentangan dengan norma-norma yang telah melembaga di tengah masyarakat, baik secara sadar maupun tidak disadari oleh pelakunya. Perilaku menyimpang juga dapat dipahami sebagai juvenile delinquency yakni berupa segala tingkah laku, perbuatan, maupun tindakan asusila yang melanggar nilai-nilai moral, agama, serta ketentuan-ketentuan hukum di dalam masyarakat, sehingga merugikan orang lain dan diri sendiri (Mulyadi, 2018). Terdapat beberapa perilaku yang termasuk kedalam jenis penyimpangan sosial diantaranya, memakai obat-obatan terlarang, melakukan pencurian, perampasan paksa barang milik orang lain, pelecehan seksual dan lain sebagainya.

Saat ini, kita hidup di era dimana manusia bisa berkomunikasi dan berekspresi secara bebas dengan menggunakan media sosial. Pengunaan media sosial membuat perilaku menyimpang lebih bervariatif, salah satunya ialah tindakan pelecehan seksual. Terdapat ruang yang membuat seseorang bisa dengan begitu mudahnya melakukan tindakan pelecehan seksual melalui media sosial. Media sosial yang merupakan bentuk komunikasi modern dimana bisa memudahkan seseorang berkomunikasi dan mengekpresikan dirinya di dunia maya kini dapat dijadikan seseorang untuk melakukan tindakan pelecehan seksual. Meskipun begitu, masih terdapat ruang yang membuat seseorang dapat meminimalisir terjadinya tindakan pelecehan seksual. Ruang inilah yang bisa dimanfaatkan seseorang khususnya seorang santri dalam mencegah dan mengurangi Tindakan pelecehan seksual yang terjadi di media sosial.

TUJUAN

Karya tulis ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan gambaran dan penjambaran terkait sebab-sebab terjadinya tindakan pelecehan seksual di media sosial. Setelah menjabarkan sebab-sebabnya, penulis juga memberikan hal-hal yang bisa dilakukan seorang santri untuk setidaknya meminimalisir terjadinya Tindakan pelecehan seksual. Dengan begitu, penulis berharap seorang santri mampu bisa menjadi santri yang bermanfaat dan bisa mengamalkan ilmu yang dimilikinya dengan berhasil mengurangi tindakan pelecehan seksual yang terjadi di media sosial.

LANDASAN TEORI

1.Penyimpangan sosial atau perilaku menyimpang, sadar atau tidak sadar pernah kita alami atau kita Penyimpangan sosial dapat terjadi dimanapun dan dilakukan oleh siapapun. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam masyarakat. Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan(deviation) adalah segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri (conformity) terhadap kehendak masyarakat (Herdiyanto, 2021)

2.Pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat seksual yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki dan berakibat mengganggu diri penerima pelecehan. Pelecehan seksual mencakup, tetapi tidak terbatas pada: bayaran seksual bila menghendaki sesuatu, pemaksaan melakukan kegiatan seksual, pernyataan merendahkan tentang orientasi seksual atau seksualitas, permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku, ucapan atau perilaku yang berkonotasi seksual; semua dapat digolongkan sebagai pelecehan Tindakan ini dapat disampaikan secara langsung maupun implicit (Triwijati, 2007)

3.Media sosial adalah sebuah media online, dengan parapenggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog,jejaring sosial, wiki, forum dan dunia Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia (Rafiq, 2020).

METODE PENULISAN

Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan pencarian data melalui internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu data dari jurnal/artikel, media elektronik, dan beberapa pustaka yang relevan.

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:

  1. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi pustaka yang menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan untuk penulis mengenai lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang tercakup dalam
  2. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh,diperlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan, dimana data tersebut dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga diperoleh suatu solusi dan kesimpulan.

PEMBAHASAN

SEBAB-SEBAB TERJADINYA TINDAKAN PELECEHAN SEKSUAL

Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Meskipun kebanyakan korban dari tindakan pelecehan seksual kebanyakan wanita, tidak menutup kemungkinan bagi seorang laki-laki juga bisa menjadi korban. Menurut data yang didapat dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak per tanggal 1 Januari 2023, korban dari tindakan pelecehan seksual yaitu sebanyak 389 orang dari laki-laki dan 2.279 orang dari perempuan. Berikut data yang ditampilkan berdasarkan rentang usia korban.

Sumber gambar : SIMFONI-PPA (kemenpppa.go.id) (Data Kasus Pelecehan Seksual, 2023)

Berdasarkan data diatas, korban kebanyakan berusia rentang 13-17 tahun yang dimana usia ini merupakan pelajar tingkat SMP dan SMA. Menurut (Zarkasih, 2019) pelaku pelecehan seksual cenderung memilih korban yang secara mental dan posisi terlihat lebih lemah, tidak berani berbicara dan takut melakukan perlawanan. Hal inilah yang membuat remaja berumur 13-17 tahun cenderung menjadi korban pelecehan seksual. Ditambah lagi pengguna media sosial yang kebanyakan adalah remaja membuat pelaku lebih mudah mencari korbannya. Pelaku cenderung mencari korban yang terlihat ganteng atau cantik secara fisik. Pelaku mencari gambar atau video korban dengan melihat-lihat postingan yang ada di akun media sosial milik korban. Setelah melihat-lihat disini lah awal mula pelaku bisa melakukan tindakan pelecehan. Mulai dari melalui pesan pribadi, mengomentari postingan atau bahkan melakukan pelecehan ketika sedang siaran langsung yang ditonton banyak orang. Sebagai contoh, pada tahun 2021, kita mendengar berita yang kurang mengenakan tentang pelecehan seksual yang dialami oleh public figure yakni Hasyakyla Utami. Saat itu Hasyakyla sedang melakukan siaran langsung lewat media sosial Instagram miliknya. Ditengah siaran langsung, ada salah satu pengikutnya yang ingin melakukan siaran bersama, Hasyakyla pun langsung menerima permintaan tersebut. Tanpa diduga, saat itu Hasyakyla mendapat tindakan pelecehan seksual berupa Ekshibisionisme yaitu menunjukan alat kelamin pada seseorang. Contoh diatas merupakan salah satu bentuk contoh tindakan pelecehan seksual yang terjadi di media sosial. Tentu mungkin banyak lagi kasus-kasus pelecehan yang tidak terdeteksi karena korban yang takut atau merasa malu untuk melaporkan tindakan tersebut.

Menurut (Ponco, 2021) semua korban mempunyai hubungan sebab akibat terjadinya kejahatan pelecehan seksual, penyebab terjadinya pelecehan seksual juga bermacam-macam dan berakhir dengan akibat yang sama, semua korban melakukan hal tersebut dikarenakan mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan jumlah followers dan tingkat kepopuleritasnya agar korban semakin terkenal di media sosial instagram, penyebab terjadinya kejahatan pelecehan seksual tersebut antara lain:

  1. Sering menampilkan foto seksi
  2. Memakai jilbab tidak sampai menutupi bagian
  3. Berpakaian yang tidak menutup aurat
  4. Berjilbab namun sering menonjolkan lekuk tubuh

Semua korban yang diteliti oleh penulis masuk ke dalam jenis Participating Victims. Hal tersebut dari sikap semua korban dinilai mendorong dirinya menjadi korban karena mengedepankan tujuan mereka masing-masing tanpa mempertimbangkan dampak dari sikap yang diambil semua korban.

Dari hal yang diungkapkan oleh (Ponco, 2021) diatas, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan penyebab terjadi pelecehan seksual adalah karena konten-konten yang ada di media sosial merujuk ke arah hal yang negatif (secara fisik) atau konten-konten vulgar yang membuat hawa nafsu pelaku menjadi meningkat. Dan itulah sebabnya, kebanyakan dari korban pelecehan seksual adalah wanita.

MEMPERBANYAK KONTEN-KONTEN POSITIF

Sebagai seorang santri, sudah seharusnya kita dapat menggunakan media sosial dengan bijak. Salah satu penyebab kasus tindak pelecehan seksual di media sosial adalah karena banyak bertebaran konten-konten negatif yang vulgar bahkan menuju kearah pornografi. Bagi pelaku yang sudah tidak bisa menahan dirinya maka disitulah pelaku lepas kendali sehingga melakukan tindakan pelecehan seksual. Pengunaan media sosial yang efektif dengan memperbanyak konten-konten positif tentu akan membawa dampak baik untuk pencegahan kasus pelecehan seksual ini.

Menurut (Husna, 2021), hal-hal yang bisa dilakukan seorang santri dalam membuat konten-konten positif di media sosial diantaranya ialah

  1. Memposting gambar atau kalimat mutiara yang bersumber dari hadist, al- Quran dan kitab-kitab terpercaya
  2. Memposting video pujian, sholawat atau bahkan bacaan-bacaan al-Quran
  3. Memposting ulang atau repost video kajian-kajian singkat yang bisa mengingatkan seseorang kepada
  4. Membuat tulisan yang berisi ajakan bijak dalam memposting dan menggunakan media

Cara-cara yang diungkap oleh (Husna, 2021) memang terkesan sepele dan mudah dilakukan. Namun, jika tidak dengan niat yang tulus karena Allah dan bukan karena keinginnya untuk melakukan kebaikan maka akan sulit dilakukan. Disinilah peran penting santri dalam mengamalkan apa yang sudah disampaikan kepadanya agar ilmu yang didapat tidak berhenti padanya. Dengan menjalankannya secara rutin dan istiqomah, diharapkan hal itu mampu mengurangi tindakan pelecehan seksual yang terjadi di media sosial.

JADILAH SEPERTI SEMUT NABI IBRAHIM ‘ALAIHISSALAM

Tatkala tubuh Nabi Ibrahim a.s dilempar ke kobaran api yang disiapkan oleh Namrud ibn Kan’an, seorang Raja yang pertama kali mengaku bahwa dirinya Tuhan dari Babil. Dikisahkan ada dua ekor binatang yang turut ‘berpihak dan berkontribusi’ baik terhadap Nabi Ibrahim a.s atau kepada Namrud. Kedua binatang tersebut adalah semut dan cicak.

Semut tersebut berlari-lari dengan susah payah berusaha memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim a.s dengan membawa butiran air di mulutnya. Semua heran dan bertanya, “Wahai semut untuk apa kamu bawa butiran air kecil itu, tidak akan ada gunanya dibanding dengan api Namrud yang akan membakar Nabi Ibrahim?” Semut itu menjawab, “Memang air ini tidak akan bisa memadamkan api itu, tapi paling tidak semua akan melihat bahwa aku dipihak yang mana.” Disisi lain, cicak ikut meniup api yang dibuat oleh Namrud agar semakin membesar. Memang tiupan cicak tidak seberapa dan tidak akan membesarkan kobaran api itu, tapi dengan apa yang dilakukannya semua tau cicak ada di pihak yang mana. Akibat keberpihakkan ini, cicak dianjurkan untuk dibunuh (Sahabat Utami, n.d.)

“Dari Sa’ad ibn Abi Waqqash bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam memerintahkan untuk membunuh cicak. Dan beliau menamakannya (cicak ini) hewan kecil yang fasik”. (HR. Muslim)

Dari kisah diatas, bisa kita lihat bahwa memang mungkin air yang dibawa semut tidak akan bisa memadamkan api yang dinyalakan Namrud dan angin yang ditiup cicak mungkin tidak juga membuat api menjadi besar. Namun, keinginan dan niat baik serta keberpihakan semut dan cicak lah yang membuat keduanya berbeda.

KESIMPULAN

Penyimpangan sosial merupakan konsep masalah sosial yang berkaitan dengan pelanggaran norma, dikatakan masalah karena hal tersebut merupakan gangguan terhadap tujuan kehidupan bermasyarakat. Banyak contoh bentuk penyimpangan sosial yang salah satunya ialah tindakan pelecehan seksual. Ditengah kondisi media sosial yang semakin banyak digunakan, membuat kasus pelecehan seksual bisa masuk melalui media tersebut. Hal ini terjadi karena terdapat ruang dimana seseorang mampu mengekpresikan dirinya secara bebas di media sosial yang bahkan sampai tidak memikirkan dampak buruknya. Postingan-postingan dengan konten vulgar atau bahkan mendekati pornografi membuat banyaknya korban pelecehan seksual menimpa wanita.

Disisi lain, masih ada ruang dimana seseorang yang dalam hal ini santri mampu lakukan yakni dengan mengisi ruang itu dengan konten-konten positif. Menurut (Husna, 2021) beberapa hal dapat dilakukan diantaranya,

  1. Memposting gambar atau kalimat mutiara yang bersumber dari hadist, al- Quran dan kitab-kitab terpercaya
  2. Memposting video pujian, sholawat atau bahkan bacaan-bacaan al-Quran
  3. Memposting ulang atau repost video kajian-kajian singkat yang bisa mengingatkan seseorang kepada
  4. Membuat tulisan yang berisi ajakan bijak dalam memposting dan menggunakan media

Dengan melakukan hal-hal diatas diharapkan seorang santri mampu menjadi penyebar kebaikan ditengah-tengah masyarakat. Sehingga ilmu dan apa yang dimilikinya bisa bermanfaat untuk orang banyak. Seperti semut yang ada di kisah Nabi Ibrahim, dimana Allah tidak akan menilai apa yang kita lakukan, tetapi Allah akan menilai niat baik kita dalam melakukan hal tersebut meski itu hal yang kecil sekalipun. Karena sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niatnya. Dan sebagai seorang santri sudah seharusnya kita memiliki keinginan atau niat yang besar dalam melakukan dan menyebarkan kebaikan. Karena hal kecil yang terus menerus dilakukan akan membawa dampak perubahan besar nantinya (Prasetro, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Data Kasus Pelecehan Seksual. (2023, 01). Retrieved from SIMFONI-PPA: kemenpppa.go.id

Herdiyanto, A. (2021). PENYIMPANGAN SOSIAL. In M. Drs. Eko Triraharjo,

PENYIMPANGAN SOSIAL.

Husna, A. (2021). Akhlak Santri di Era Globalisasi. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 61-68.

Ponco, M. (2021). JENIS DAN KORELASI KORBAN DENGAN PELAKU PADA KEJAHATAN PELECEHAN SEKSUAL. JENIS DAN KORELASI KORBAN DENGAN PELAKU PADA KEJAHATAN PELECEHAN SEKSUAL, 142-148.

Prasetro, S. A. (2017). Bung Karno dan Revolusi Mental. Tanggerang Selatan: Mizan Media Utama.

Rafiq, A. (2020). DAMPAK MEDIA SOSIAL TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL SUATU MASYARAKAT. DAMPAK MEDIA SOSIAL TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL SUATU MASYARAKAT, 18-29.

Sahabat             Utami.             (n.d.).             Retrieved            from             Umma: https://umma.id/article/share/id/1018/339133

 

Triwijati, E. (2007). Pelecehan Seksual: Tinjauan Psikologis. Pelecehan Seksual: Tinjauan Psikologis, 303-306.

Zarkasih, I.   R.   (2019).   PELECEHAN   SEKSUAL   DI   MEDIA   SOSIAL.

PELECEHAN SEKSUAL DI MEDIA SOSIAL, 4981-4996.

unduh dokumen:

 14 Dimas Suhendra – Halaqah Akhi Agung